Buku Lima Cincin
- Salsabila Homeschool

- Jan 4, 2016
- 3 min read
Updated: Jun 15, 2020

Bagi kebanyakan orang, nama Miyamoto Mushashi sudah tidak asing lagi. Banyak sekali cerita-cerita fiksi dan non fiksi yang ditulis untuk mengabadikan namanya. Seorang samurai Jepang dari abad ke-17 yang tidak pernah kalah sekalipun di dalam berduel. Hampir semua duelnya dilakukan sebelum berumur 30 tahun. Buku ini ditulis setelah kontemplasi di dalam penyendirian selama kurang lebih 20 tahun, untuk mengabadikan aliran pedang miliknya.
Buku lima cincin ini merupakan usaha menjelaskan kenyataan aliran pedang Mushashi. Di dalam bukunya, berulang kali ia menyatakan ketidaksempurnaan tulisan untuk mendeskripsikan aliran pedangnya. Bahwa cara terbaik untuk mempelajarinya adalah melalui seorang guru yang menguasainya. Sebuah hikmah, bahwa sejak dahulu, cara terbaik untuk belajar adalah melalui seorang guru yang betul-betul ahli di dalam bidangnya, seorang “master”. Bahwa mereka yang hanya belajar dari buku saja dapat dipertanyakan kesahihan ilmunya.
Mungkin ada yang bertanya-tanya, apa manfaatnya membaca dokumen kuno yang ditulis untuk membunuh, memotong, dan mengalahkan lawan. Sedangkan kita hidup di waktu dan tempat yang dianugerahi oleh keamanan dan kedamaian. Jawabannya; ada banyak hikmah yang dapat kita sarikan dari buku ini, beberapa di antaranya akan saya bagi dengan sahabat sekalian.
Holistis (keseluruhan) vs pragmatis (segmentasi) Menurut Musashi, di dalam memenangkan pertarungan, pandangan seseorang tidak boleh terfokus kepada satu titik saja. Misalnya pada tangan atau pedang musuh saja. Musashi menginstruksikan untuk de-fokus dan melihat secara keseluruhan, namun tetap dengan pikiran yang tajam. Atau dengan kata lain, fokus kepada keseluruhan. Dengan begitu, reaksi terhadap gerakan lawan akan jauh lebih cepat. Satu gerakan kecil dapat berujung kepada gerakan yang mematikan, oleh karena itu fokus kepada satu bagian kecil saja akan berujung kepada kekalahan.
Ketidakmampuan untuk fokus kepada keseluruhan akan mengakibatkan malapetaka. Hal ini dapat kita analogikan dengan kondisi umat manusia saat ini. Di mana terjadi kerusakan alam luar biasa akibat fokus yang terlalu berat kepada keuntungan materi jangka pendek. Eksploitasi minyak bumi, batu bara, dan mineral dari perut bumi; penebangan hutan yang tiada henti; akan mengakibatkan masa depan yang suram bagi anak cucu kita. Bahwa perlu ada usaha-usaha aktif untuk mengedukasi umat manusia untuk mau berpikir menyeluruh dan jangka panjang.
Menggunakan seluruh sumber daya secara optimal Di dalam memenangkan sebuah pertarungan, seluruh sumber daya yang dimiliki harus dimanfaatkan secara optimal. Di dalam hal ini, sumber daya yang dimaksud adalah panca indera manusia. Ketika terbiasa menggunakan seluruh panca indera dengan optimal, maka seseorang akan mampu menggunakan potensi yang terpendam di dalam dirinya, sesuatu yang tidak terpaut dengan kelima indera tersebut. Demikianlah yang disebut dengan indera keenam, melampaui keterbatasan panca indera manusia.
Selain dari itu, pengetahuan mengenai kelemahan-kelemahan lawan dan medan pertarungan merupakan sumber daya yang luar biasa berharga di dalam pertarungan. Yang dapat memberikan kemenangan bahkan sebelum pertarungan sebenarnya dimulai. Dengan pengetahuan tersebut, dapat disusun metode-metode dan strategi untuk memenangkan pertarungan secara sistematis.
Percaya diri yang tinggi sebagai penentu kemenangan Di dalam bukunya, Mushashi berulang kali menekankan kesempurnaan aliran pedangnya. Bahwa aliran-aliran pedang lainnya memiliki banyak kelemahan dan kekurangan yang dapat dieksploitasi. Namun, pada kenyataannya, tidak akan ada manusia yang menghasilkan karya yang betul-betul sempurna. Hikmah yang dapat diambil di sini adalah betapa kepercayaan diri yang tinggi dapat menjadi penentu antara kemenangan dan kekalahan. Bagaimana tidak, selama hidupnya sebagai ahli bela diri, Musashi tidak pernah dikalahkan satu kali pun.
Pikiran yang “normal” Pokok bahasan ini berhubungan dengan cara yang harus ditempuh untuk menjadi seorang “master”, seseorang yang benar-benar ahli di dalam suatu bidang. Dalam hal ini, seorang yang benar-benar ahli di dalam ilmu bela diri dan pertarungan. Sebagaimana telah disebutkan di awal tulisan ini, tidaklah mungkin seorang menjadi ahli hanya melalui membaca buku saja. Untuk betul-betul menjadi seorang ahli, seseorang mau tidak mau harus terjun di dalam praktek selagi dibimbing oleh seorang “master”. Melalui praktek, pengulangan dan pengalaman, seseorang akan sampai pada titik ketika pikiran dan tubuhnya akan bergerak secara refleks. Bagi Musashi, kondisi seperti ini dinamakan pikiran yang “normal”. Pencapaian inilah merupakan indikator bahwa seseorang telah mencapai tingkat “mastery”, atau penguasaan penuh suatu bidang. Sayangnya proses pendidikan yang demikian telah hampir sepenuhnya punah. Digantikan oleh proses pendidikan instan yang menafikkan proses dan lebih berorientasi pada nilai dan hasil akhir. Sehingga, akan jarang sekali kita temukan di zaman ini orang yang memiliki “pikiran yang normal” di dalam bidang yang ia tekuni.
Penutup Demikianlah beberapa hikmah yang dapat saya sampaikan dari Buku Lima Cincin karya Miyamoto Musashi. Selain dari poin-poin di atas, saya yakin ada banyak hikmah lain yang dapat dipetik oleh sahabat sekalian. Ada banyak buku-buku kuno sejenis yang sekilas terlihat tidak relevan dengan zaman, padahal mengandung begitu banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik.
-Fendrri


Comments