Homeschool untuk Saya
- Salsabila Homeschool

- Jan 24, 2017
- 2 min read
Updated: Jun 14, 2020
Homeschooling bukan kata-kata yang baru bagi saya. Suami memperkenalkan kata ini sejak enam tahun yang lalu. Dirumah buku-buku seputar homeschool lengkap tersedia, sebut saja How children learn dan Learning all the time (John Holt), Dumbing us down (John Taylor Gatto), The Unschooling Unmanual (editor Jan and Jason Hunt), tetapi hal itu tidak membuat saya menjadi penasaran untuk mencari ilmu melalui buku-buku tersebut. Suamilah yang menceritakan kajian menarik dari dalam buku-buku tersebut sedikit demi sedikit hingga saya mulai sedikit kenal dengan homeschool.
Setelah saya menyelesaikan studi master, kembali kerumah, saya mulai intens untuk mendengarkan kajian dari Syekh Hamzah Yusuf, terutama seputar fitrah manusia, dan pengasuhan. Dari sini mulailah saya berusaha mencerna dan memahami cerita-cerita suami yang sering disampaikan kepada saya tentang homeschool.
Pada bulan Maret 2013 lalu, suami memberanikan diri membelikan kurikulum dari sebuah lembaga pendidikan Islam, Kinza Academy, untuk kedua anak kami. Kinza academy merupakan lembaga homeschool Islam pertama yang kami ketahui, diasuh oleh Nabila Hanson, adik dari Syekh Hamzah Yusuf, dan direkomendasikan oleh Syekh Hamzah Yusuf.
Email berisi attachment kurikulum dan beberapa forward newsletter dari lembaga pendidikan tersebut sukses masuk kedalam inbox email tanpa dibaca dengan seksama. Alhamdulillah dalam waktu sekitar 7 bulan setelahnya saya mulai membuka buka dan tertarik dengan konsep homeschool ini. Mulai mencari apa? bagaimana? dan mengapa proses belajar tanpa mediasi lembaga sekolah bisa berjalan?
Walau saya dan suami memiliki ketertarikan yang sama terhadap sesuatu hal/bidang, cara kami memperoleh pengetahuan dan informasi berbeda. Kalau suami bisa hanya melalui buku dan mendengarkan ceramah, saya lebih mudah menerima informasi melalui video, berinteraksi langsung melalui diskusi atau datang ke majelis/kelas. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun belajar mengenai dunia melalui proses dan tehnik yang berbeda beda.
Salah satu kekurangan sekolah menurut saya adalah doktrinisasi dan keseragaman untuk hal yang bukan kebutuhan primer dan jujur saya pun menggunakan system ini kepada anak-anak saya. Sulit rasanya untuk menerima ketika anak melakukan hal yang berbeda dengan anak-anak lainnya seusia sebayanya atau tidak melakukan sesuatu dengan cara yang menurut saya yang terbaik. Yang pada akhirnya tehnik ini adalah membuat hilangnya kreatifitas anak, keinginan untuk belajar dan kemampuan untuk mandiri. Saya mengalami kondisi dimana anak saya menjadi sangat tergantung, tidak mau berinisiatif, dan menjadi anak yang menunggu untuk diperintah.
Konsep homeschool, membangunkan saya untuk tidak terdoktrin oleh sekolah, bahwa pendidikan anak saya adalah tanggung jawab sepenuhnya oleh saya. Saya tidak bisa beralasan sekolah, tv, lingkungan yang mempengaruhi anak saya, karena saya mendidik mereka sendiri dan saya menjadi fasilitator untuk memberikan pengertian terhadap anak tentang faktor-faktor luar tersebut.



Comments