top of page

Narasi Tertulis Minggu Kedua CM Bogor Bernarasi

Updated: Jul 16, 2020

Memasuki minggu kedua (kamis, 2 Juli 2020) kelas bernarasi bersama Charlotte Mason Bogor, topik yang dibahas kali ini adalah pendahuluan dari buku volume tiga yang berjudul “School Education”, pendidikan sekolah.


The purpose of Volume 3 is to give some curriculum suggestions for students under the age of twelve. But a curriculum doesn't exist in isolation. It is related to so many other things that affect it, and that are influenced by it. The kind of curriculum I have in mind is the result of a specific educational theory. I believe that, if this theory were used, education would rest on more solid ground.

The primary principles of authority and submission are discussed first because they're so foundational. But, since they are so foundational, they should be present, but they shouldn't be noticable, in the same way that the foundation of a house is there providing structure but isn't visible. And submission to authority should be instilled by respecting the children's personalities. In order to give children the space to develop freely in the way that's right for them, parents and teachers need to adopt an attitude of 'masterly inactivity.'


Saya akan mencoba menarasikan secara tertulis beberapa paragraf yang telah dibahas bersama:

Tujuan dituliskannya buku volume tiga ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana menyusun kurikulum untuk anak usia dibawah 12 tahun atau sekolah dasar. Tetapi bukan berarti dengan adanya kurikulum membuat kita terpaku dan menjadi tidak fleksibel. Tidak, karena di dalam kurikulum hal-hal yang akan kita pelajari ini saling berpengaruh dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga sebaiknya kita selalu mengevaluasi kurikulum yang diadopsi secara berkala agar sesuai dengan kebutuhan dan garis besar tujuan keluarga kita. Kurikulum yang Charlotte Mason tawarkan sendiri bersifat spesifik, tetapi ia percaya jika dasar kurikulum ini digunakan secara meluas maka dunia pendidikan akan memiliki dasar yang kuat.

Dua hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai otoritas dan kepatuhan. Otoritas ini adalah kewenangan sebagai orang tua atau guru, atau saya menganggap sebagai amanah tanggung jawab, sedangkan kepatuhan adalah bagaimana cara kita sebagai orang tua atau guru untuk mengajak anak untuk dapat menjaga dirinya melalui komunikasi yang baik. Dua hal tersebut sangatlah mendasar, diibaratkan seperti fondasi bangunan, yang dapat kokoh menopang struktur bangunan tetapi fisiknya sendiri tidak terlihat. Kita harus dapat menempatkan kedua hal tersebut di dalam interaksi dengan tidak membebani satu sama lain. Orang tua atau guru memberikan kebebasan kepada anak untuk menjelajah, beraktivitas, belajar dan berinteraksi dengan orang lain, tetapi secara bersamaan tetap mengingatkan bahwa eksplorasi mereka haruslah dalam koridor kebebasan yang sesuai dengan prinsip keluarga atau norma umum yang berlaku, karena posisinya sebagai pemegang amanah terhadap mereka. Dibuku ini diistilahkan dengan “master inactivity”.


After discussing the relationship between teachers and students, the next chapters discuss the relationship between education and current educational philosophy. Education should be flowing and constantly evolving and changing, not sealed and static. Of the current popular ideas about education, there are some that can help us as we strive to find the ideal kind of education. These include reverence for children's personalities, a sense of the brotherhood of man, and an awareness of how things evolve and progress.

As I wrote about training children in the areas of physical, mental, moral and religious aspects, I assumed that it wouldn't be necessary to explain what's already commonly accepted knowledge. Instead, I focused on aspects of education that are likely to be overlooked in each category. For instance, where I discuss the phrase, 'Education is a life,' I tried to show how necessary it is to feed the mind's intellectual life with ideas--therefore, school books should be used as a way to get ideas, not as compilations of dry facts. In the chapter 'Education is the science of relations,' I showed how that relates to the natural desire that normal children have for knowledge, and their right to be exposed to suitable knowledge of all kinds.

These factors help us understand how to choose a curriculum.


Setelah membahas bagaimana sebaiknya hubungan antara guru dengan murid. Selanjutnya akan dibahas mengenai pendidikan dan filosofi pendidikan. Pendidikan bukanlah dogma, yang artinya ia harus terus mengalir, mengalami perubahan sesuai dengan waktu dan situasi. Untuk mendapatkan pendidikan yang ideal ini, kita dapat meramunya dengan mempertimbangkan kepribadian atau karakter anak, perilaku sosial mereka terutama tentang cara berhubungan atau komunikasi satu sama lain, dan mengakui bahwa segala sesuatunya berubah dan berkembang dari waktu ke waktu.

Charlotte Mason memfokuskan pembahasan selanjutnya ke “education is a life”, karena tema yang berhubungan dengan fisik, moral, mental dan aspek spiritual telah dianggap sebagai pengetahuan umum yang telah sama-sama dipahami. Apa sih “education in a life”? disini beliau menyoroti sebagai pemenuhan terhadap kebutuhan intelektual. Yakni dengan menggunakan buku-buku sebagai ide untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Dan bukanlah sebatas fakta tertulis. Karena pendidikan itu pada dasarnya adalah mempelajari hubungan antara satu sama lain, Ia menegaskan bahwa anak-anak memiliki bakat atau hasrat alami untuk mencari ilmu dan merupakan tugas kita sebagai guru atau orangtua untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengeksplorasi keinginan tersebut dengan ilmu yang layak dan bermanfaat.

Faktor-faktor diatas inilah yang bisa menjadi acuan dalam membuat kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.


Dari diskusi dan narasi baik secara oral maupun tertulis saya menyimpulkan bahwa untuk membuat suatu kurikulum yang ideal antara lain:

  1. Kita, baik sebagai orangtua atau guru harus mengetahui posisi, amanah yang dipegang, tetapi tanpa menjadi seseorang yang anak-anak takuti karena segala sesuatunya haruslah sesuai dengan keinginan kita.

  2. Mempertimbangkan kepribadian, karakter, minat anak, cara mereka bergaul, dan kemajuan zaman beserta teknologinya untuk membuat dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

  3. Memenuhi keinginan anak untuk bereksplorasi dan mencari ilmu, dengan memaparkan mereka dengan berbagai buku berkualitas yang dibahas bersama dan dijadikan ide untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

  4. Terkait dengan point no dua, maka kita sebaiknya melakukan evaluasi rutin terhadap kurikulum pembelajaran yang telah kita susun, menambahkan atau mengurangi buku yang akan dibahas sesuai dengan kemampuan nalar mereka.

  5. Dan terakhir, tetap memegang dan meletakkan prinsip keluarga sebagai dasar untuk membuat kurikulum.

Emiria Chrysanti

Comments


© 2020 Salsabila Homeschool created with Wix.com

bottom of page