Parenting adalah eksperimen
- Salsabila Homeschool

- Jan 24, 2017
- 4 min read
Updated: Jun 14, 2020
Salah satu dambaan akademisi baik mahasiswa maupun dosen adalah tulisannya mampu masuk kedalam jurnal internasional berkelas dan di kutip oleh banyak orang. Itu pun menjadi salah satu keinginan saya saat menjadi mahasiswa. Sayangnya keinginan itu harus ditangguhkan untuk fokus total ke penelitian, kelulusan, dan keluarga. Dengan berbekal anak usia TK dan batita, dan tanpa pembantu rumah tangga, alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan sekolah, tetapi setelah mendapatkan gelar pun, ternyata tidak membuat saya menjadi puas.
Episode berikutnya adalah saya tidak melanjutkan pendidikan saya ke jenjang berikutnya karena saat ini saya masih merasa tidak mampu untuk membagi waktu antara keluarga dan sekolah. Saya merasa alih profesi kesibukan dari mahasiswa yang dinamis dengan penelitian, kuliah dan seminar menjadi ibu rumah tangga menjadi hampa. Karena tidak ada yang baru menurut saya, memasak, membereskan rumah, dan pekerjaan rumah lainnya adalah hal yang hampir semua wanita bisa lakukan dan ternyata hal tersebut juga tidak dapat saya jadikan hobi baru, bahkan hingga saat ini. Intinya saya tidak suka dengan profesi saya saat ini.
Kelapangan waktu yang tersedia akhirnya banyak saya habiskan dengan membuka facebook, dan masuk kedalam salah satu group parenting almamater saya, itbmotherhood. Banyak sekali artikel dan pertanyaan kritis seputar mempersiapkan dan mengasuh anak. satu link parenting menghubungkan saya dengan link/blog lain dengan tema yang sama. Cerita-cerita didalamnya kadang membuat hati menjadi iri, bagaimana orangtua bisa mengorbankan pekerjaannya untuk mengurus anak dirumah, bagaimana orang tua dapat mendidik anak tanpa marah, bagaimana membuat anak disiplin tanpa harus harus disertai kata kata ancaman, bagaimana menerima anak apa adanya dan menerima bahwa setiap individu adalah spesial, dan menghabiskan 24 jam bersama anak setiap hari dengan bahagia.
Ego saya membuat saya menjadi bertanya, ketika orang lain bisa mengapa saya tidak bisa?
Apa yang salah dari diri saya?
Ketika saya merasa tidak maksimal menjadi mahasiswa (walaupun telah lulus master), apakah saya juga akan mengulangi kesalahan saya dengan tidak maksimal menjadi ibu untuk anak anak saya?
Untuk memperbaiki mental dan kepercayaan diri dalam mengasuh anak, saya berniat mengambil tindakan yang tidak umum bagi orang tua pada umumnya yaitu menarik anak dari sekolah dan mendidik mereka sendiri, atau homeschool.
Untuk mengurangi perasaan menghantui bahwa semua ini bisa gagal dan saya tidak bisa menghandle anak-anak dengan baik, seperti cerita manis di berbagai blog yang pernah saya baca. Akhirnya saya mengambil mindset bahwa mengurus anak sama dengan bereksperimen, yang didalamnya ada persiapan, metode, pengamatan, hasil dan pembahasan. Dan layaknya membuat eksperimen berkelas, mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan, mencoba berbagai macam metode adalah hal yang lumrah, yang jelas tidak ada kata gagal karena setiap proses merupakan data yang dapat dibahas dan diperbaiki.

Metode pertama yang saya lakukan dengan objek penelitian saya adalah :
1. Pengamatan tanpa perlakuan. Saya bawa kedua anak saya ke taman (tanpa dan dengan fasilitas permainan anak).
2. Membiarkan mereka berlari lari dan beraktivitas sesuai keinginan mereka dan berjanji kepada diri saya sendiri untuk tidak melarang jika kegiatan tersebut tidak membahayakan.
3. Melakukan pengamatan
Di taman dengan fasilitas permainan (ayunan, perosotan, jembatan jaring, dll), anak-anak berlari dari satu permainan ke permainan berikutnya dan memanfaatkan sepenuhnya fasilitas yang ada. Hal yang menarik adalah ketika anak-anak berada di taman luas, tanpa fasilitas permainan. Mereka dapat bekerjasama, membuat permainan, serta berkreasi dengan bahan alami yang mereka temui.
Hasil akhir dari kedua pengamatan ini adalah mereka bahagia. Mereka disini hanya dua orang, Saifan 7 tahun dan Safa 3 tahun. Alhamdulillah pertama kali saya merasa menjadi ibu yang tidak cerewet dan mendapatkan anak anak yang nurut walau setelah kembali kerumah dan dihari hari berikutnya.
Kesimpulan yang dapat diambil, saya dan anak anak bisa bahagia dengan atau tanpa fasilitas, dan terpenting tanpa emosi negatif.
Memenuhi kebutuhan anak-anak dan membiarkan mereka menjadi dirinya sendiri sesungguhnya membuat hal lain menjadi mudah, karena mereka menjadi siap ketika diminta untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Walaupun saat ini saya dan anak anak belum menjalani homeschool secara keseluruhan karena kakak masih sekolah dan harus menyelesaikan hingga akhir tahun ajaran, hingga akhir Maret 2014. Tetapi Alhamdulillah saya sudah bisa merasakan sedikit kebahagiaan menjadi orang tua seperti layaknya cerita parenting yang pernah saya baca. Dan bukanlah hal yang tidak mungkin jika suatu saat nanti saya dapat menuliskan eksperimen saya ini layaknya tulisan penelitian yang masuk kedalam jurnal nature.
Tidak ada hal yang tidak mungkin. Ibu saya selalu mengajarkan hal tersebut, beliau ketika ditanya, apakah anda dapat melakukan pekerjaan ini, jawaban yang pertama keluar adalah saya bisa, dengan syarat anda memberikan saya waktu untuk belajar. Suami saya memberikan pelajaran bahwa mendidik atau berdakwah adalah usaha yang membutuhkan waktu, doa dan tidak dapat dipaksakan, terbukti dari usaha beliau untuk meyakinkan saya kepada konsep homeschool yang membutuhkan waktu 6 tahun hingga saya menerima. Dan menyadarkan saya bahwa jika seseorang sudah tertarik akan sesuatu hal maka tanpa diminta pun ia akan mencari informasi sebanyak banyaknya. Adik saya memberikan saya jawaban terbaik mengapa kita harus belajar sejarah ketika saya membutuhkan konsep untuk mengajarkan sejarah sebagai salah satu kurikulum homeschool, yakni untuk belajar dari sesuatu yang lampau agar tidak terulang kembali. Karena pengetahuan saya untuk pelajaran sejarah terbatas hanya untuk menghafal peristiwa bersejarah, tokoh didalamnya dan lokasi peristiwa, hal yang umumnya ditanya dalam tes.
Anak anak memberikan saya kebebasan untuk menjadi kreatif dan menjadikan rumah serta lingkungan sebagai sarana ilmu.
Semoga kita semua dapat menjadi orang yang bahagia, orang yang mengetahui tujuan hidupnya dan dapat mengambil ilmu serta manfaat dari segala nikmat yang Allah SWT berikan.



Comments